Tiga ratusan alumni sekolah dan perguruan tinggi karya Serikat Jesus (Jesuit) berhimpun. Mereka alumni dari Kolese De Britto (SMA, Yogyakarta), Kolese Loyola (SMA, Semarang), Kolese Kanisius (SMP dan SMA, Jakarta), Kolese Mikael (SMK dan ATMI, Surakarta), Kolese Seminari Mertoyudan (SMA, Magelang), Kolese Gonzaga (SMA, Jakarta), Kolese Le Cocq d’Armandville (SMA, Nabire), dan Universitas Sanata Dharma (Yogyakarta).
Takol menjadi ruang peneguhan dan pertukaran. Peneguhan sebagai sesama alumni yang dididik dengan semangat yang sama, yakni pedagogi ignatian. “Semangat Ignatian itu,” ujar Provinsial Serikat Jesus Indonesia Pater Benny Hari Juliawan SJ, “bercita-cita dan berambisi besar. Tidak mau yang biasa-biasa saja.”
Pater Benny mengapresiasi alumni sekolah-sekolah Jesuit mau membangun komunitas. Takol 2024 ini ajang kedua yang digelar PAKJ yang sudah 17 tahun berhimpun dalam AAJI. “Manusia bisa hidup salah satunya karena berkomunitas. Namun, bila tujuan berkomunitas hanya untuk menfaat pribadi maka komunitas itu rawan pecah. Harus ada tujuan yang melampaui itu,” pesan Pater Benny dalam sesi “Provinsial Talk”.
Sedangkan sebagai ajang pertukaran, Takol 2024 ini menghadirkan “Alumni Talk”. Mereka yang berbicara alumni Kolese De Britto: Bebet Darmawan, Silvester Alvon Ditya, Engelbertus Wendratama, Yustinus Wahyo Nursanto. Ada juga Jesuit Talk: Pater Baskoro Poedjinoegroho SJ berbicara tentang pendidikan Jesuit di Indonesia, sedangkan Pater Pieter Dolle SJ berbagi pengalaman bagaimana berjalan bersama mereka yang tersingkirkan melalui karya Jesuit di SPM Realino.
Bebet membeber rahasia mind-body-soul dan bagaimana mengoptimalkannya. Alvon cerita tentang bagaimana mendirikan sekolah musik gratis Sanggar Notoyudan. Wendratama mengulas UU ITE dan implikasinya bagi demokrasi. Sedangkan Wahyo membagikan pengalamannya di Kolese Mikael bagaimana berikhtiar merawat bumi.
Itu di kelas-kelas kecil yang alumni bisa memilih mengikuti perbincangan sesuai minat. Sedangkan di kelas besar, mantan Menteri ESDM dan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro didampingi Ketua PAKJ Christiano Hendra berbagi wawasan tentang “Awaken The Sleeping Giant”. Salah satu aspek yang ditandaskan Purnomo—alumni Kolese Loyola—adalah kepemimpinan dan karakter alumni kolese. Lewat apa yang disebutnya “servant leadership”, alumni kolese Jesuit diarahkan untuk menjadi pemimpin yang berintegritas, berempati, dan berdedikasi pada kepentingan masyarakat dan negara.
Ini bukan ajang unjuk kepakaran, meski yang berbagi pakar di bidangnya. Lebih dari itu, ini ajang sharing panggilan, yakni bagaimana alumni-alumni yang berbagi adalah mereka yang menekuni karya tertentu karena panggilan “man and woman for others”—satu semboyan yang familiar bagi seluruh alumni kolese.
Baca juga Temu Kolese 2023 (1): Tidak Cukup Permukaan, Masuki Kedalaman
Bebet Darmawan cerita, apa yang dilakukannya berkaitan dengan mind-body-soul yang dekat dengan spiritualitas ignatian. Bahwa tubuh, raga, dan jiwa itu terhubung. Keterhubungan itu menjadikan manusia sempurna. Kehilangan satu, apalagi saling tidak terhubung, hilang pula kemanusiaannya.
Sedangkan Alvon cerita, bagaimana pendidikan kolese sangat membentuk keberpihakannya. Ia ingat, saat menjadi siswa SMA Kolese De Britto, ia mesti mengamen di Malioboro untuk membayar sekolah. Singkatnya, aktivitasnya diketahui sekolah. Esoknya ia diundang ke sekolah untuk mendapatkan kabar baik: biaya sekolahnya diturunkan.
Pengalaman di Malioboro itu sangat membekas di ingatannya. Komunitas Malioboro yang juga memberinya tumpangan tampil, mengajarinya bermusik, dan membangun solidaritas antaranak jalanan, di kemudian hari mengundang Alvon untuk berbagi tanpa harus menunggu kaya. Singkatnya, ia dirikan Sanggar Notoyudan sebagai komunitas belajar bermusik. Gratis.
Tuan Rumah WUJA 2026: Kenalkan Keberagaman
Di sela Takol 2024, Pengurus PKAJ juga mengumumkan bahwa kolese di Indonesia akan menjadi tuan rumah Kongres ke-10 WUJA (World Union of Jesuit Alumni) 2026. Tempatnya di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Ribuan alumni kolese Jesuit dari berbagai penjuru dunia akan berkumpul. Itulah kenapa Universitas Sanata Dharma ditunjuk sebagai tempat penyelenggaraan. Luas, fasilitas lengkap.
Topik yang diusung panitia untuk Kongres WUJA 2026 adalah keberagaman. Ujar Purnomo Yusgiantoro, Ketua Dewan Pembina PAKJ, di sela sharing karya-karyanya, “Indonesia terkenal akan keberagamannya. Alumni Jesuit perlu dikenalkan ini.” Yogyakarta lebih-lebih merupakan pusat Muhammadiyah. Alumni Jesuit bisa dikenalkan pada dialog interreligiusitas ini.
Dialog serupa diusulkan Pater Johanes Hariyanto SJ dalam percakapan dengan Sinergi Indonesia. Usulnya, “Sebaiknya peserta kongres WUJA tidak hanya disuguhi tontonan. Mereka sebaiknya diajak mengalami. Contoh, kata Pater Hari, peserta diajak untuk belajar memainkan gamelan, menari, melukis. “Kan, Yogyakarta kota budaya. Banyak seniman di sini,” imbuhnya.
Baca juga Malam Ekspresi FIAT LUX Puncaki Lustrum XV SMA Kolese de Britto, Terbuka Untuk Umum
Demikianlah. Perjumpaan sesama alumni kolese membuka ruang kreatif. Bahwa ada kehendak untuk belajar dan berbagi. Tidak sekadar kumpul-kumpul. Berkomunitas tidak untuk kebermanfaat pribadi namun untuk tujuan yang lebih luas dari itu.
Dan atas ini Pater Benny mengapreasi alumni kolese yang semakin bertumbuh. Setelah dalam dua kali WUJA hanya mengutus beberapa orang, 30-an di Barcelona, tahun 2026 malah sudah dipercaya menjadi tuan rumah. Tentu ini kepercayaan yang layak disyukuri.(AA Kunto A/Sinergi Indonesia)