SINERGI INDONESIA – Sejumlah 32 bhante peserta ritual thudong dari Thailand ke Borobudur hari-hari ini sudah melintasi pantura Jawa dan mendekati tujuan. Tujuan utama ritual mereka di Indonesia adalah untuk memperkenalkan Borobudur kepada para biksu. Selain itu, mereka bertujuan untuk menampilkan keberadaan biksu di kehidupan nyata, menghilangkan anggapan bahwa mereka hanya terlihat di film Shaolin.
Baca juga Siapakah Sukanto Tanoto, Taipan Indonesia yang Beli Mal di Singapura Rp9,5 Triliun?
Wawan, salah satu biksu peserta, menceritakan kisah di balik pemilihan Candi Borobudur sebagai tujuan ritual thudong. Ia menceritakan pengalamannya mengikuti perjalanan toleransi dari Thailand ke Laos sebelum pandemi Covid-19. Awalnya, hanya pemuka agama yang ikut dalam perjalanan itu.
Namun, setibanya di Laos, mereka tidak yakin dengan tujuan selanjutnya. Wawan mengungkapkan keinginannya untuk pulang dan melanjutkan perjalanan ke Indonesia jika secara fisik masih mampu. Sayangnya, rencana mereka digagalkan karena penguncian terkait Covid-19 yang diberlakukan oleh beberapa negara.
Dia ingin menunjukkan kebanggaan Indonesia memiliki candi yang luar biasa dan menekankan bahwa negara ini juga memiliki banyak peninggalan Buddha. Selain itu, Wawan bertujuan untuk mendidik orang Indonesia non-Buddha tentang keberadaan biksu di luar apa yang mungkin mereka lihat di film-film Shaolin.
Ketika mereka sampai di perbatasan Malaysia, mereka menemui gerbang tertutup dan diberitahu oleh seorang pendeta Malaysia bahwa mereka tidak diizinkan masuk karena pembatasan Covid-19. Akibatnya, mereka harus mundur.
Setelah sampai di Nakhon Pathom di Thailand, Wawan dan kelompoknya bubar. Namun, dia mendorong para biksu lain untuk melanjutkan rencana mengunjungi Indonesia setelah pandemi mereda.
Niat utama Wawan adalah mengajak para biksu untuk melakukan ritual thudong di Indonesia, khususnya untuk mengenalkan mereka pada Candi Borobudur. Dia ingin menunjukkan kebanggaan Indonesia memiliki candi yang luar biasa dan menekankan bahwa negara ini juga memiliki banyak peninggalan Buddha. Selain itu, Wawan bertujuan untuk mendidik orang Indonesia non-Buddha tentang keberadaan biksu di luar apa yang mungkin mereka lihat di film-film Shaolin.
Selain misi pengenalan vihara, Wawan berusaha menyoroti keberadaan biksu hutan di Thailand, meski jumlahnya relatif sedikit. Dia percaya sangat penting untuk menunjukkan bahwa para biksu ini masih ada dan ingin menunjukkan keberadaan mereka selama ritual thudong.
Wawan mencatat bahwa semua biksu yang berpartisipasi menyepakati satu hal setelah mengalami ritual Thudong: Indonesia menunjukkan tingkat toleransi yang luar biasa dibandingkan dengan negara-negara yang telah mereka lalui. Pengamatan ini tidak hanya dari sudut pandang Wawan tetapi juga dimiliki oleh para biksu dari Thailand dan Malaysia.
Ketika ditanya secara individu tentang kesan mereka terhadap toleransi di Indonesia, para biksu mengungkapkan apresiasi secara bulat, yang dilambangkan dengan menggunakan seluruh jari tangan dan kaki. Mereka menemukan toleransi yang ditampilkan di Indonesia sangat terpuji.
Baca juga Dukung Taksonomi Hijau Indonesia, BPR MSA Fasilitasi Pembiayaan Solar Sel dan Motor Listrik
Wawan menyebutkan, para biksu itu memulai perjalanannya dari Thailand, melewati Malaysia sebelum sampai di Indonesia. Namun, mereka menganggap Indonesia sebagai negara yang paling berkesan karena sambutan hangat dan antusias yang mereka terima dari masyarakat.
“Kami sudah berjalan dari Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Saya sebenarnya tidak ingin mengungkapkan ini (toleransi di Indonesia), tapi memang ini yang dirasakan para pendeta,” ujar Wawan kepada Antara menyoroti pengalaman dan kesan positif yang dibagikan oleh para pendeta. para bhikkhu yang berpartisipasi.