Oleh AA Kunto A
Saya berdiri di bawah jembatan Kali Kuning yang menghubungkan Sambi dan Pentingsari. Lokasi ini persis 1 km pertama rute lari Dewi Mlayu Ndeso Bank MSA, Minggu, 29 September 2024 dengan start dan finish di Perkemahan Agrowisata Bhumi Merapi, Kaliurang. Terbayang, peserta akan berhenti atau minimal melambat saat melintasi bridge ini. Jika cuaca cerah, mereka bisa selfie dengan latar belakang Gunung Merapi.
Baca juga Prenggan dan Srimulyo, Pemenang Lomba Desa Wisata Berkualitas dan Berkelanjutan BPR MSA
Benar, 5 menit sejak sirine start dibunyikan, peserta pertama melintas di atas jembatan. Satu per satu. Mereka pelari profesional. Waktu tempuh mereka perhitungkan. Saat melintasi jembatan mereka terus melaju. Mereka melaju konstan. Mereka tahu, sesudah jembatan, tanjakan curam menyambut. Panjang tanjakan itu sekira 100 meter sebelum sampai di stasiun pengisian air.
Di belakang mereka, tak terpaut lama, peserta yang melintas di atas jembatan mulai banyak. Tampak berkelompok. Beberapa di antara mereka berpasangan. Satu-dua mulai melambat, berswafoto. Mereka juga bergaya di depan fotografer-fotografer yang disiapkan panitia.
Gelombang berikutnya adalah para penggembira. Selain dalam jumlah besar, mereka melintasi jembatan dengan berjalan kaki. Lalu berhenti. Bergantian berfoto. Bahkan ada yang mondar-mandir mengulang demi mendapatkan gambar terbaik. Beberapa saya kenal. Kami saling menyapa dan tertawa. Polah tingkah mereka menyenangkan.
BELAJAR LANGSUNG DARI DESA WISATA
Jembatan Kali Kuning berupa bridge. Ia menyerupai jembatan darurat yang dipasang sebagai alternatif jika ada jembatan utama sedang diperbaiki. Di Kali Kuning ini jembatan dibikin bridge karena sifatnya hanya sementara. Kali Kuning adalah jalur lahar Merapi. Jembatan yang dibangun di atasnya, pada radius tertentu, dibangun dengan semangat darurat: cepat dipasang, cepat pula dibongkar. Atau, di jembatan yang sama di sisi atas yang juga dilintasi pelari, jembatan dibuat dengan konsep dam. Jembatan ini tidak menggantung di atas melainkan menurun sampai bawah sampai lahar bisa melompatinya. Di sisi atas jembatan ini, air dibendung untuk atraksi-sensasi jip wisata.
Baca juga Tantangan Pariwisata Indonesia: Mencapai Keseimbangan antara Kolaborasi dan Kemajuan Berkelanjutan
Dua desa wisata (dewi) dihubungkan oleh bridge ini, yakni Sambi dan Pentingsari. Sambi ada di Kalurahan Pakembinangun, sedangkan Pentingsari di Kalurahan Wukirsari. Keduanya di kapanewon terpisah, Pakem dan Cangkringan.
Desa Wisata Sambi terkenal dengan wisata alamnya. Publik sangat kenal dengan destinasi “Ledok Sambi” yang menawarkan kawasan sejuk di lembah Kali Kuning. Berbagai wahana alam tersedia di sana: jalur jalan kaki, flying fox, ATV, hingga berkemah di tepi sungai. Seni tradisi pun ada di sana: wayang, karawitan, dan jatilan. Jika ingin belajar membatik pun ada sarananya.
Desa Wisata Pentingsari juga menawarkan destinasi yang mirip dengan Sambi. Meski begitu, boleh dibilang, hal menonjol yang membedakan, Pentingsari menawarkan kehidupan sehari-hari mereka sebagai program wisata. Keseharian itu meliputi bertani, beternak, berkebun, dan berwirausaha. Satu program yang membuatnya lekat dengan dunia pendidikan adalah “live in”, yakni tinggal bersama dengan warga selama periode waktu tertentu.
Dulu, ketika saya kecil, tiga dekade lalu, Pentingsari begitu terpencil. Hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki atau maksimal bersepeda motor dari Sambi. Sambi sudah lebih dulu maju karena lokasinya lebih dekat dengan Jalan Kaliurang, jalur wisata lama.
Sebelum jadi desa wisata, warga Pentingsari hidup melulu dari sumber daya alam. Sumber alam 103 hektar tidak terbatas namun pengelolaannya terbatas. Maka, kala itu, Pentingsari termasuk desa termiskin. Setelah menjadi desa wisata, dan gigih menampilkan kekhasan mereka, Pentingsari berubah wajah dan nasib. Perekonomian mereka membaik. Penghargaan untuk mereka mengalir, di antaranya Green Bronze Indonesian Sustainable Tourism Award (ISTA) dalam kategori ekonomi pada 2017, Juara II Festival Desa Wisata Kabupaten Sleman Yogyakarta Kategori Mandiri pada 2018, dan masuk ke dalam 100 besar destinasi pariwisata berkelanjutan di dunia menurut Global Green Destinations Days (GGDD) pada 2019.
Pelari yang melintasi Pentingsari tentu merasakan, desa ini bukan hanya asri dan bersih namun juga hening. Tidak ada jip wisata seperti di Sambi. Kalau pun ada keramaian di tempat outbond, itu masih menyatu dengan lingkungan setempat.
Jika boleh disebut, inilah keunikan Dewi Mlayu Ndeso Bank MSA. Rutenya sarat akan pesan mengenali desa wisata. Pelari dicemplungkan langsung merasakan keindahan alam dan keramahan warga. Di Pentingsari, contohnya, pelari disambut oleh punakawan dan penari tradisional. Dengan penampilan jenakanya, mereka menyuntikkan kembali semangat pelari yang nafasnya hampir terputus ketika menapaki tanjakan.
Dengan cara ini, Bank MSA mau menjelaskan kenapa dan bagaimana mereka dalam beberapa tahun ini getol mendampingi desa wisata. Kata Direktur Utama Bank MSA Yulianus Agung Pujiantoro, “Karena potensi ekonominya besar.” Namun, potensi ekonomi tersebut tidak berarti apa-apa jika tidak dikelola dengan cara yang kreatif dan tepat. Event seperti ini ditempuh sebagai rangkaian kreativitas mengenalkan dan meramaikan potensi ekonomi desa wisata. Ini bagian dari strategi bisnis berkelanjutan.
TANTANGAN PENUH PESAN
Sebagian pelari saya kenali. Kami berbincang usai mereka finish. “Ini bukan 5 km tapi 6 km,” tukas Herpri, mantan wartawan Kompas, yang berlari bersama putranya. Ia merasa puas bisa menyelesaikan tantangan ini. “Nggak rugi tiap hari latihan lari 2,5 km,” ujarnya. Mereka biasa mengitari Pabrik Gula Madukismo, dekat dengan rumah. Rutenya datar.
“Tanjakannya ampun!” imbuh Denny Purnamasari. Bankir Bank Mega Syariah ini berlari bersama suami dan putrinya. Ini pengalaman berharga untuk mereka.
Ian, pengelola Disaster Oasis, melanjutkan, “Aku akan usulkan event seperti ini diadakan kantorku.”
Saya merasakan sukacita mereka. Rute lari ini beda dengan rute lari pada umumnya di kota. Ada banyak keistimewaan dalam rute ini. Medannya bervariasi: turun, datar, menanjak. Pemandangannya aneka warna: sawah, rumah penduduk, sungai, gunung, dan hutan.
Pesannya juga terasa. Pertama, walau ini rute pendek, perlu strategi. Supaya bisa sampai akhir, perlu diatur kapan kencang kapan konstan. Kedua, atur stamina. Jika tidak, tenaga habis di depan, di 1 km pertama yang relatif datar. Ketiga, apa pun yang terjadi tetap gembira. Sesuai namanya fun run. Jika tidak kuat bolehlah jalan. Selain run, namanya juga fun walk. Yang penting sampai di tujuan.
Satu pesan lagi dari event ini, belajar dari pengelolaan desa wisata, untuk sampai bisa bertahan dan dikenal, perlu berpegang pada semangat keberlanjutan. Wisata bukan untuk hari ini saja. Untuk masa depan, untuk generasi mendatang. Salah satu cara menjaga keberlanjutan adalah dengan menjaga kelestarian alam. Maka, tepat sekali, hadiah bagi pelari pemenang adalah kambing yang dibudidaya oleh Rajendra Farm. Kambing hadiah bisa dipelihara. Kotorannya bisa untuk pupuk. Pupuknya menghijaukan lingkungan. lingkungan hijau menghasilkan pakan ternak. Ternak yang diberi pakan dari lingkungan hijau baik dikonsumsi manusia.(*)